Oleh: Rikza Anung (X MANPK 1 Yogyakarta)
Sebagai seorang ayah perintah untuk mengorbankan anaknya memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Mengingat seorang anak yang ia dambakan dalam kesehariannya serta terus tumbuh dalam cinta dan kasih sayang, harus direlakan begitu saja untuk disembelih. Perintah itu datang dua kali ke dalam mimpi Nabi Ibrahim. Awalnya ia mengira itu hanyalah sebuah mimpi saja, namun setelah mimpi itu datang untuk kedua kalinya ia mulai menyadari dan yakin bahwa itu adalah perintah dari Allah.
Lantas Nabi Ibrahim menyampaikan mimpinya tersebut kepada sang anaknya Ismail. Mendengar pernyataan ayahnya, Ismail dengan tenang menjawab agar ayahnya melaksanakan apa yang telah diperintah oleh Allah dalam mimpinya itu (QS. Ash-Shaffat: 102). Singkat cerita, saat pisau tajam Nabi Ibrahim sudah siap untuk menyembelih anaknya Ismail, maka terjadilah sebuah keajaiban. Allah mengirimkan seekor hewan untuk menggantikan posisi Ismail yang sudah siap disembelih, pada akhirnya Nabi Ibrahim menyembelih seekor domba dan bukan anaknya Ismail.
Peristiwa inilah yang menjadi titik awal mula adanya tradisi kurban yang hingga saat ini masih rutin dilaksanakan dan diperingati pada tanggal 10 dzulhijjah dan pada hari tasyrik yakni 11, 12 dan 13 dzulhijjah. Sebenarnya praktek penyembelihan hewan seperti itu sudah ada sejak zaman pra-islam. Akan tetapi pada saat itu orang-orang Arab kafir dan Yahudi melakukannya dengan tujuan persembahan, untuk mendapat apa yang ia mau dengan pengorbanan darah.
Islam datang untuk mengubah tradisi tersebut. Tujuan dari kurban sendiri salah satunya ialah memupuk rasa empati serta meningkatkan solidaritas. Saling berbagi pada sesama dan berbahagia menyambut hari yang bahagia. Dengan berkurban yang memiliki nilai sama dengan sedekah maka hablum minannas akan terjaga. Karena hari raya adalah hari dimana semua orang berhak berbahagia, dengan mendapatkan kenikmatan yang sama seperti yang lainnya.
Selain itu, kaum muslim juga semakin kompak dan bisa meningkatkan rasa solidaritas. Dimana yang mampu tetap mengingat saudaranya yang kurang mampu, memberikan sebagian hartanya dan tidak bersenang-senang di hari raya sendiri. Hal ini juga mengandung unsur kepedulian yang diajarkan oleh islam. Namun suasana berkurban 2 tahun terakhir ini sangatlah berbeda. Saat dimana merajalelanya pandemi wabah covid-19 yang tak kunjung usai mengharuskan masyarakat yang biasanya heboh mengelilingi arena pemotongan hewan kurban menjadi sepi.
Ibadah kurban yang biasanya dilaksanakan dengan menggemanya suara takbiran masyarakat yang menyaksikan, kini harus berjalan dengan penuh kewaspadaan menggunakan protokol kesehatan semata-mata demi melindungi semua orang dari terjangkitnya covid-19. Adanya pandemi wabah covid-19 menimbulkan berbagai macam masalah salah satunya di bidang ekonomi, banyak sekali pekerja pabrik, PNS, karyawan swasta dan para pencari nafkah lainnya harus mengalami krisis ekonomi karena pandemi tersebut.
Mereka tidak saja kehilangan pekerjaan, tapi juga penyangga ekonomi keluarga. Tidak sedikit juga yang menjadi korban PHK dan terperangkap dalam jeratan utang. Bantuan dari pemerintah dan lembaga swasta belum cukup mampu menopang dapur mereka untuk tetap berasap. Maka dengan adanya kurban juga merupakan sedekah bagi mereka semua. Dengan berkurban juga insya allah seseorang akan mendapatkan kenaikan derajat, karena berkurban khususnya di tengah pandemi seperti saat ini adalah ujian keimanan dan ketaqwaan plus ujian ekonomi bagi orang yang melakukannya.