Berbicara tentang perempuan dan wanita, selalu menjadi pembahasan yang sangat menarik dalam ranah diskusi, bahkan perbincangan antar dua kata tersebut lebih menarik daripada pembahasan antara laki-laki dan pria. Banyak pertanyaan yang terlontarkan, antara perempuan dan wanita, kata mana yang lebih tepat digunakan? Mana yang lebih terhormat atau lebih mulia? Makna apa yang membedakan kedua kata itu? Dalam konteks apa masing-masing lazim digunakan?

Pembahasan pada kata perempuan dan wanita ini tampaknya dipicu oleh persaingan penggunaan kata-kata itu dalam nama organisasi, jabatan, profesi. Misalnya, jika kita mengkilas balikan sejarah, terdapat organisasi perempuan yang menggunakan kata wanita, yang menurut Blackburn (2006) terbesar pada masa Revolusi (1945–1949), yaitu Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Selain itu, kata wanita digunakan juga pada nama organisasi perempuan terpopuler pada masa Demokrasi Terpimpin (1958–1965) dan Orde Baru (1966–1998). Masing-masing adalah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Dharma Wanita. Di samping nama organisasi, kata wanita kerap digunakan untuk melabeli profesi dan julukan perempuan, misalnya wanita karier, wanita pengusaha, wanita simpanan, wanita penghibur, dan wanita tunasusila.

Pertanyaannya mengapa berbagai organisasi itu lebih memilih untuk menggunakan kata wanita daripada perempuan. Padahal, faktanya kata wanita tidak hanya memiliki konotasi positif, tetapi juga negatif.

Persaingan pemakaian kata perempuan dan wanita yang lebih menarik lagi terdapat pada nama salah satu lembaga pemerintah Indonesia. Pada masa Orde Baru, salah satu kementerian diberi nama Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (MENUPW). Akan tetapi, nama kementerian itu kemudian diubah. Kata wanita digeser oleh perempuan sehingga menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (MenegPP) seiring dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru (sejak 1999).

Selaim itu, di kalangan para aktivis perempuan, kata perempuan juga tampaknya sudah lama populer sehingga dipilih untuk menamai organisasinya. Hal tersebut terlihat dari nama berbagai organisasi perempuan yang dibentuk baik pada masa sebelum kemerdekaan maupun pada masa Orde Baru, misalnya Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilian (APIK), Solidaritas Perempuan, Komite Pembela Kaum Buruh Perempuan Indonesia, dan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak.

Makna Perempuan dan Wanita

Secara pelafalan¸ perempuan dan wanita sudah pasti berbeda. Simbol-simbol bunyi yang menyusun kedua kata ini tidak sama. Namun, secara pengaitan kosakata, dalam KBBI tidak ada perbedaan antara perempuan dan wanita. Perempuan dimaknai sebagai wanita dan istri. Artinya, makna perempuan dan wanita adalah sama secara semantis.

Dalam bahasa Jawa, wanita berasal dari kata Wani Ditoto yang berarti berani diatur. Kata  wanita dimaknai berdasarkan pada sifat dasar wanita yang cenderung tunduk dan patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada masa tersebut.

Sementara itu menurut bahasa Sanskerta,  kata perempuan muncul dari  kata per + empu + an. Per memiliki arti makhluk dan Empu berarti mulia, tuan, atau mahir. Dengan demikian perempuan dimaknai sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan.

Dalam artikel Jupriono yang ditulis pada 1997, menjelaskan perbedaan wanita dan perempuan. Menurutnya, kata wanita mengandung konotasi terhormat sebagai hasil dari proses ameliorasi. Artinya, wanita mengalami perubahan makna menjadi semakin positif. Perubahan itu tampak dari makna kata turunannya, yaitu kewanitaan.

Kata kewanitaan merujuk pada ‘keputrian’ atau ‘sifat-sifat khas wanita’. Seperti seorang putri di keraton, wanita diharapkan bersikap dan berperilaku yang senantiasa lemah gemulai, sabar, halus, tunduk, patuh, mendukung, mendampingi, dan menyenangkan pria. Dalam kata lain, wanita terlepas dari nuansa makna ‘memberontak’, ‘menuntut’, ‘memimpin’, ‘menyaingi’, ‘menantang’, atau ‘melawan’.

Perempuan dipandang mengalami perubahan makna. Ini berarti kata perempuan sekarang memiliki makna yang lebih rendah daripada arti dahulu. Menurutnya, keadaan itu tercermin dari keterpurukan perempuan di bawah wanita pada tubuh birokrasi dan kalangan atas sehingga muncul nama atau istilah seperti Menteri Peranan Wanita, pengusaha wanita (wanita pengusaha), insinyur wanita, dan peranan wanita dalam pembangunan.

Kata perempuan bahkan secara resmi digeser oleh wanita sejak kegiatan Kongres Perempoean Indonesia dihentikan pada masa kemerdekaan sehingga memunculkan penggantinya, seperti Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Kata perempuan padahal memiliki makna yang bernilai cukup tinggi. Pandangan di atas tampaknya mengalami pergeseran seiring dengan perubahan situasi politis dan sosial di Indonesia.

Kata wanita dahulu dianggap sebagai lebih mulia daripada perempuan, sedangkan perempuan dinilai bermakna peyoratif. Akan tetapi, kata perempuan kini justru lebih sering digunakan daripada wanita. Dimana pemakaian kata perempuan daripada wanita kemungkinan disebabkan oleh pemahaman umum tentang makna dasar kata wanita, yaitu wani ditata yang berarti mau diatur. Di sisi lain, makna kata perempuan dipandang meliputi semangat perjuangan.

Dengan demikian, penggunaan kata perempuan dan wanita hanya permainan diksi dalam bahasa saja, dimana bahasa itu bersifat dinamis dan mengikuti zaman, begitupun dengan kata perempuan dan wanita, keduanya memiliki makna dan historis masing-masing. Dimana pemaknaan wanita dan perempuan secara berbeda tidak terlepas dari pengaruh feodal dan sistem patriakis yang terjadi dalam sejarah. Apa pun itu, baik perempuan atau wanita keduanya memiliki sesuatu yang diperjuangkan. (Putri)