Sebagai anak muda dengan pengalaman aktivisme yang panjang, Muhammad Rafsanjani menyadari tantangan yang dihadapi kaumnya memang tak mudah. Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menyebut jumlah pemuda Indonesia berusia 16-30 tahun menembus angka 64 juta atau 24 persen dari total penduduk Indonesia. Jika merujuk jumlah Angkatan kerja, jumlahnya mencapai 68 persen. Pada 2030, jumlah ini diramalkan bakal tumbuh menjadi 71 persen, sebuah fenomena yang disebut dengan bonus demografi.
Masalahnya, angka itu tak selalu dibarengi dengan kualitas. Indeks Pembangunan Pemuda 2019 memampang angka yang belum menggembirakan: 51,50 dari skala 1-100. Di kawan Asia Tenggara, Indeks Pembangunan Pemuda ASEAN Indonesia hanya berada di peringkat ketujuh dengan skor 53,3. Masih tertinggal dengan Singapura dan Malaysia.
Ini belum termasuk ancaman intoleransi dan ekstremisme yang paling banyak menyasar kalangan pemuda. Generasi milenial merupakan segmen paling rentan terpapar narasi radikalisme. Menurut survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebayak 85 persen generasi milenial rentan terpapar. Data ini diperoleh dari Survei lembaga tersebut terkait potensi radikalisme yang dirilis pada 2020. Pada saat yang sama, kalangan pemuda juga masih menghadapi ancaman lain yang tak kalah serius, dari penggunaan narkoba, paparan HIV, hingga kenakalan remaja.
“Itulah mengapa Menggerakkan Indonesia menjadi salah satu tema utama yang saya angkat dalam pencalonan sebagai Calon Ketua Umum PB PMII masa khidmat 2021-2022,” kata mantan Pengurus Cabang PMII Ciputat periode 2015-2016. “Saya hendak mengajak anak muda Indonesia, khususnya kader-kader PMII bersama-sama, bertekad menjadi generasi pemuda penggerak Indonesia,” ajaknya.
Menurut alumni Pondok Pesantren Pulosari, Limbangan itu, dengan jutaan kader dan alumni, PMII memiliki modal besar untuk berperan sebagai penggerak. Nilai-nilai ahlussunnah waljamaah yang mencerminkan semangat dan nilai keseimbangan dan keadilan akan menjadi dasar dalam membangun gerakan tersebut. Warga muda Nahdlatul Ulama bahkan dapat menjadi sasaran utama untuk digerakkan.
Rafsan, sapaan akrab Muhammad Rafsanjani, sudah aktif sejak menjadi santri. Sebelum menjadi Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Ciputat, ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Kaderisasi Pengurus Komisariat PMII Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah menggelar Pelatihan Kader Dasar (PKD) dan berhasil meningkatkan anggota hingga 120 orang dalam satu kali jenjang. Ketika pemilu kampus UIN Syarif Hidayatullah digelar pada 2014, ia dipilih sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu PMII.
Putera pasangan pimpinan Pesantren Pulosari, Limbangan, Garut, Jawa Barat, K.H Cecep Alba dan Hj. Rd. Mimin Nurganiah Maulani itu juga aktif di berbagai kegiatan. Dari mengikuti Pelatihan Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa pada 2011, Interfaith Camp Sekolah Tinggi Teologi Jakarta 2013, Pelatihan Kader Nasional tahun 2016, Anti Corruption Youth Camp Komisi Pemberantasan Korupsi 2016, hingga Belanegara Resimen Induk Kodam Jaya tahun 2019.
Dari berbagai pengalaman itu, anggota Tim Kaderisasi Nasional Pengurus Besar PMII sejak 2017 ini yakin pemuda harus menjadi seperti orang kehausan pada ilmu pengetahuan, mau mendengar, dan aktif untuk terlibat dalam usaha pemberdayaan masyarakat.
Rafsan terus percaya bahwa ada banyak anak muda yang peduli perubahan, dengan begitu banyak anak muda yang nantinya akan menjadi penggerak peradaban, penerus, bahkan pencipta gagasan yang akan merancang masa depan. Namun, menurut mahasiswa Program Studi Politik dan Hubungan Internasional Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia ini, semua memerlukan syarat. Salah satunya niat bersama-sama untuk melakukan perubahan. Sebab perubahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
(AN)
Comments